Diam dan Dengarkan, Dengarkan dengan Tabayyun
Berhenti sejenak lalu diam dan banyak mendengarkan,
mendengarkan hal yang postif untuk membangun imun tubuh menjadi lebih sehat.
Tidak ada resolusi tahun ini, tidak ada yang ingin aku harus tuntaskan dan
selesaikan. Tahun ini, aku belajar untuk lebih banyak mencintai diri ku
sendiri, membangun keakraban dan ramah pada diriku sendiri, menjadi pribadi
yang penuh bersyukur atas segala hal yang sudah Allah berikan kepadaku, tanpa “tapi”
bahkan “atau”. Keburukan tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah selesai
di setiap detik, menit, dan jam. Namun, keburukan lah yang terkadang membawa ku
ke tempat yang lebih tinggi untuk melihat bahwa kebaikan ada di sela-sela itu.
Minggu, 2 Agustus 2020. Iya, sudah 7 bulan menghadapi
kesulitan ini, kesulitan masa pandemic covid-19. Keburukan yang benar-benar
tidak diduga oleh siapapun yang mengubah apapun. Semua rencana dan tujuan harus
dipikir ulang demi keselamatan semua manusia. Sedih rasanya bila diingat diawal
bahkan sampai saat ini, bahwasanya diluar sana banyak yang masih berjuang demi
kesembuhan, demi kembali menghirup oksigen dari bumi yang kami sayangi, demi
bertemu dengan sanak saudara, demi berkumpul lagi bercerita dengan kehangatan
pelukan dan tawa bersama tanpa harus dibatasi dinding layar. Kesepian sebelum pandemic
ini terjadi sangat menyiksa batin, penyiksaan ini makin bertambah dengan
kehilangan orang-orang yang kita sayangi, orang-orang yang selalu memberikan
kehangatan.
Pandemi ini merupakan suatu keburukan. Ya, keburukan.
Keburukan yang terungkap dari setiap manusia. Pandemi ini cukup memperlihatkan
bagaimana orang-orang tanpa hati nurani saling egois satu sama lain demi bertahan. Keburukan dari sebuah egois sudah aku lihat sebelum ini, dari diri
ku sendiri, dari orang terdekat bahkan terjauh. Ujian Allah yang ini sangat
memberikan pelajaran hidup bahwa memang ada keegoisan tersebut, keegoisan dari
manusia tanpa nurani. Sepasang saling cinta bahkan bisa berai, keluarga utuh
bisa hancur, kekompakan persahabatan bahkan bisa luluh. Aku sering bertanya
pada diri ku sendiri, sejauh apa aku keburukan ku, sebanyak apa aku merugikan
orang lain?
Hari ini, aku mencoba berhenti membaca segala macam berita
mengenai covid-19 ini. Bukan karena aku mulai tidak peduli, tapi semakin ku
membaca, sakit hati yang aku terima membuat imun tubuhku makin kacau. Hoax
tiada habis nya menggerogoti keprihatinan, hoax menggiring opini masyarakat
untuk tidak saling peduli, hoax membuat semuanya jadi acuh tak acuh. Sangat
mengerikan. Berbondong-bondong manusia membuat keonaran demi bertahan, bukan
bertahan hidup, tapi bertahan untuk membuat keonaran. Bisakah kalian diam??? Ingin
rasanya aku teriak di telinga mereka yang membuat keonaran tersebut untuk tidak
lagi membuat keonaran. Cara mereka plagmatis, menjadi masyarakat yang tanpa
pengetahuan dibudakan kebodohan. Menganggap semua nya baik-baik saja,
sedangakan manusia gugur setiap hari nya tanpa kasih sayang, tanpa keluarga.
Sebulan yang lalu, aku mengakses dari Youtube sebuah video documenter
(link dibawah ini) mengenai bumi, dimana kami harus diam dan mendengrkan.
Respon saya setelahnya hanya bisa
tertegun dan berdoa, semoga semua ini akan baik-baik saja. Semoga peritiwa ini
memberikan kita pelajaran untuk mengevaluasi diri.
Komentar
Posting Komentar